“Mari bung, sekali-sekali datanglah ke Siantar belajar toleransi ke sini. Di sini ada semua agama, Mari Kita Hidup Damai Walau Berbeda Warna, Satu warna Anak Siantar Men,” Logat bahasa yang masih awet berlaku di sebuah kota Kota Siantar Propinsi Sumatera Utara. Sejak dahulu, kota kedua terbesar di Propinsi Sumatera Utara (SUMUT) yang berpenduduk kurang lebih 250 ribu jiwa ini selalu mendapati ranking pertama soal toleransi umat beragama untuk Negara Indonesia, kota yang juga mendapat predikat sebagai Kota Pendidikan ini tidak pernah sekalipun terjadi konflik horizontal antar umat beragama Berbeda dengan di daerah lain. Kota tempat kelahiran saya (penulis) ini menjadi kota perjumpaan paling intens segala lapisan masyarakat setiap hari. Pajak (Pasar) Parluasan dan Pajak Horas tempat bertemu semua orang dari latar belakang berbeda. Bukan itu saja dalam setiap acara sosial budaya, Muslim, Hindu, Buddha, Kristen bertemu, bersalaman, memberikan tuppak (sumbangan) untuk pihak yang mengundang. Tidak pernah ada ribut karena berbeda agama. Mungkin kondisi unik ini yang tak ada di Jawa atau daerah lain di Indonesia. Orang Siantar tidak merasa agama menjadi penghalang untuk bersosialisasi. Gereja dan masjid saling berdampingan, di pasar, di pesta-pesta hampir semua pemeluk agama bebas berinteraksi. Mungkin boleh jadi karena di keluarga masing-masing di Siantar semua penganut agama dan keyakinan ada. Dalam satu keluarga, anggota keluarga ada yg Muslim dan ada yang Kristen. Mereka duduk, bercanda, bersosialisi tanpa curiga alasan perbedaan agama. Ditambahkan Juandaha, membaca tentang protes oknum-oknum di daerah lain tentang patung yang dibangun, ada keprihatinan. Mengapa patung agama lain diributi? Patung Budha terbesar di Asia Tenggara ada di kota ini, kata Juandaha, berdampingan dengan makam Raja Siantar. Di sini ketika pemenang pilkada kota Siantar beberapa waktu lalu, Hulman Sitorus yang sudah dua kali memenangi pilkada yang seorang Kristen meninggal dunia dan sesuai Undang-undang digantikan wakil walikota Bapak Hefriansyah Noor yang seorang Melayu Muslim, tetap diterima masyarakat Siantar begitu saja. Alamiah. Tak ada demo-demoan atas nama agama atau suku ini atau itu. Semuanya berjalan apa adanya. Padahal, mayoritas penduduk Siantar adalah beretnis Batak beragama Kristen jumlahnya berkisar 55 %, Islam 40 %, dan agama lainnya berrjumlah 5 %. Di kota ini juga lokasi pusat gereja-gereja yang jemaatmya tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Tetapi itulah kenyataanya. Namun Kalau masih penasaran juga datanglah ke kota Siantar karena sajian kulinernya juga akan menggoyang lidah anda.http://www.metrosiantar.com/news/siantar/2017/08/07/261197/pdt-juandaha-purba-sth-datanglah-ke-siantar-belajar-toleransi/2/ Setara Institute, Kota Siantar Paling Toleransi di Indonesia Setara Institute melakukan penelitian dan penilaian terhadap 94 kota di Indonesia dalam hal mempromosikan dan mempraktikkan toleransi beragama. Penelitian itu dilakukan dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional yang dirayakan setiap 16 November. Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani, mengatakan, penilaian ini bertujuan mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi (beragama) di wilayahnya masing-masing. “Sehingga dapat menjadi pemicu bagi kota lainnya untuk turut bergegas mengikuti, membangun, dan mengembangkan toleransi beragama di wilayahnya,” ujar Ismail Hasani dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Senin, 16 November 2016. Penelitian yang dilakukan sejak Agustus hingga Oktober 2016 ini mengukur tingkat toleransi beragama dari masing-masing kota dari empat variabel utama, yakni regulasi pemerintah, tindakan pemerintah, regulasi sosial atau peristiwa dan juga demografi agama. “Penelitian juga dilakukan terhadap tindakan positif pemerintah kota dalam mempromosikan toleransi, baik yang tertuang dalam kebijakan, pernyataan resmi, respons atas peristiwa, maupun membangun budaya toleransi masyarakat,” kata Ismail. Ia menjelaskan, penelitian dilakukan untuk memeriksa seberapa besar kebebasan beragama yang dijamin di setiap daerah, mengingat masih banyaknya kasus pelanggaran kebebasan beragama yang ditemukan di Indonesia. Semakin pemerintah tidak turun tangan untuk mengatasi suatu kasus toleransi, maka akan semakin tidak toleran kota tersebut. Berikut peringkat tertinggi kota toleransi beragama:
Pematang Siantar, 2. Salatiga, 3. Singkawang, 4. Manado, 5. Tual, 6. Sibolga, 7. Ambon, 8. Sorong, 9. Pontianak, 10. Palangkaraya
Sementara itu, berikut peringkat terbawah kota toleransi beragama:
Bogor, 2. Bekasi, 3. Banda Aceh, 4. Tangerang, 5. Depok, 6. Bandung, 7. Serang, 8. Mataram, 9. Sukabumi, 10. Banjar dan Tasikmalaya
0 komentar:
Posting Komentar